Senin, 22 Juni 2009

Karena Cinta Pada Rasululah



Pada zaman Rasulullah saw, ada seorang lelaki bernama Abdullah. Tapi karena ia sering bercanda, ia dapat julukan 'Himar' (si keledai). Ia sering membuat Rasulullah tertawa. Beliau pernah menghukumnya dgn mencambuk karena ia minum minuman keras. Pada suatu hari, ia dipanggil kembali dan dicambuk lagi. Seorang sahabat berkata : ya Allah, laknatlah dia! Betapa sering dia dipanggil krena perbuatannya Nabi saw bersabda: 'janganlah kamu melaknat dia, demi Allah, kamu tidak tahu bahwa ia mencintai Allah dan Rasul-Nya' (shahih Bukhari, Kitab Hudud 8:197) karena kealpaan si peminum itu dan ketidakmampuannya menahan nafsunya ia sering tergelincir, namun ia sering bercanda u/ menyenangkan hati Nabi, dia mencintai Allah dan Rasulnya. Rasulullah bersabda: 'sesungguhnya syafaatku diperuntukkan buat umatku yang berbuat dosa besar."(sunan ibn Majah 2:1441; musnad Ahmad 3:213 ; sunan Abi Daud 2:537; sunan Al-Turmudzi 4:45)



Bukan hanya di Zaman Rasulullah, di zaman ini kita bisa merasakan pertolongan Rasulullah saw, seperti sebuah peristiwa yang diceritakan oleh Jalaludin Rahmat dalam bukunya 'Rindu Rasulullah' :"Dalam salah satu perjalanan haji saya, saya berjumpa dgn kaum Muslim dari Arab Saudi, yang mengungsi ke Jordan. Salah seorang di antara mereka memberikan kpdku majalah Al-Haramayn, majalah kaum disiden kerajaan Saudi. Dalam artikel yg berjudul Al-mu'jizat Al-khalidah, diberitakan peristiwa yang terjadi pd salah satu musim haji. Seorang peziarah dgn menggendong anaknya berusaha mencium pintu makam Nabi saw. Tentu sj ia dihardik oleh askar yg menjaga makam Nabi dengan bentakan 'syirk! Ia bersikeras. Askar mendorongnya dengan kasar. Ia terjatuh dan anaknya terlempar. Ia menjerit, 'ya Rasul Allah, aku datang dari negeri jauh untuk melepas rinduku padamu. Engkau saksikan apa yang ia perbuat padaku. Aku adukan ia kepadamu." Tiba-tiba askar itu tersungkur. Ia mati. Believe it or not"



Cintailah Rasulullah, karena seseorang akan bersama dengan orang-orang yang dicintainya di Akhirat.

wallahu a'lam.

Jumat, 19 Juni 2009

Tiga Hari Bersama Penghuni Surga

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dan An-Nasa’I, Anas bin Malik menceritakan sebuah kejadian yang dialaminya pada sebuah majelis bersama Rasulullah.

Anas bercerita : “pada suatu hari kami duduk bersama Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian beliau bersabda, ‘sebentar lagi akan muncul di hadapan kalian seorang laki-laki penghuni surga’ . tiba-tiba muncullah laki-laki Anshar yang janggutnya basah dengan air wudhunya. Dia mengangkat kedua sandalnya pada tangan sebelah kiri.”

Esok harinya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam berkata begitu juga, “akan datang seorang lelaki penghuni surga.” Dan muncullah laki-laki yang sama. Begitulah Nabi mengulang sampai tiga kali.

Ketika majelis Rasulullah selesai, Abdullah bin Amr bin Al-Ash r.a. mencoba mengikuti seorang lelaki yang disebut oleh Nabi sebagai penghuni surge itu. Kemudian dia berkata kepadanya, “saya ini bertengkar dengan Ayah saya, dan saya berjanji kepada ayah saya bahwa selama tiga hari saya tidak akan menemuinya. Maukah kau member tempat pondokan buat saya selama hari-hari itu?”

Abdullah mengikuti orang itu ke rumahnya, dan tidurlah Abdullah di rumah orang itu selama tiga malam. Selama itu Abdullah ingin menyaksikan ibadah apa gerangan yang dilakukan oleh orang itu yang disebut oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam sebagai penghuni surge. Tetapi selama itu ia tidak menyaksikan sesuatu yang istimewa di dalam ibadahnya.

Kata Abdullah “setelah lewat tiga hari aku tidak melihat amalannya sampai-sampai aku hampir meremehkan amalannya, lalu aku berkata, ‘hai hamba Allah, sebenarnya aku tidak bertengkar dengan ayahku, dan tidak juga aku menjauhinya. Tetapi aku mendengar Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam berkata tentang dirimu sampai tiga kali, ‘akan datang seorang darimu sebagai penghuni surge. ‘aku ingin memerhatikan amalanmu supaya aku dapat menirunya. Mudah-mudahan dengan amal yang sama aku mencapai kedudukanmu.”

Lalu orang itu berkata, “yang aku amalkan tidak lebih dari apa yang engkau saksikan”. ketika aku mau berpaling, kata Abdullah, lelaki itu memanggil lagi, kemudian berkata, “demi Allah, amalku tidak lebih dari apa yang engkau saksikan itu. Hanya saja aku tidak pernah menyimpan dari diriku niat yang buruk terhadap kaum Muslim, dan aku tidak pernah menyimpan rasa dengki kepada mereka atas kebaikan yang diberikan Allah kepada mereka.” Lalu Abdullah bin Amr berkata “beginilah bersihnya hatimu dari perasaan jelek dari kaum Muslim, dan bersihnya hatimu dari perasaan dengki. Inilah tampaknya yang menyebabkan engkau sampai ke tmpat yang terpuji itu. Inilah justru yang tidak pernah bisa kami lakukan”

.........

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “setiap masa ada orang yang sangat dekat dengan Allah (yang oleh Rasulullah disebut abdal). Kalau salah seorang di antara mereka mati, maka Allah akan menggantikannya dengan orang yang lain. Begitulah orang itu selalu ada di tengah-tengah masyarakat.”

Rasulullah mengatakan bahwa berkat kehadiran mereka, Allah menyelamatkan suatu masyarakat dari bencana. Karena merekalah Allah menurunkan hujan; karena merekalah Allah menumbuhkan tanaman; dan karena merekalah Allah menghidupkan dan mematikan. Sehingga para sahabat bertanya kepada Rasulullah “apa maksudnya ‘karena merekalah Allah menghidupkan dan mematikan?’” Rasulullah menjawab : “kalau mereka berdoa agar Allah memanjangkan usia seseorang, maka Allah panjangkan usianya. Kalau mereka berdoa agar orang zalim itu binasa, maka Allah binasakan mereka”. Kemudian Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “orang ini mencapai kedudukan yang tinggi bukan karena banyak shalatnya, bukan karena banyak puasanya, bukan pula karena banyaknya ibadah hajinya, tetapi karena dua hal ; yaitu memiliki sifat kedermawanan dan kecintaan yang tulus kepada sesama kaum Muslim”

Selasa, 16 Juni 2009

Nasehat Al-Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad Mengenai Bani Alawi

Berkata Al-Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad : “ Tak seorangpun dari Bani Alawi boleh menyalahi cara-cara yang ditempuh oleh sesepuhnya dahulu, dan tidak boleh juga menyimpang dari jalan hidup dan perilaku mereka.." seterusnya dikatakan “sebab jalan mendekatkan diri kepada Allah (thariqah) yang mereka tempuh dibuktikan dengan kebenarannya oleh Al-Qur’an dan Sunnah Rasul SAW, dan berbagai riwayat hadits serta sejarah kehidupan kaum salaf. Dan kaum salaf itulah yang secara berantai menerima peninggalan para sesepuhnya, sampai kepada datuk pertama, Nabiyullah Muhammad SAW. Dalam hal ini masing-masing dari mereka itu mempunyai kelebihan dan kekurangannya sendiri-sendiri..”

Imam Al-Haddad selanjutnya berkata: “Adapun orang dari keturunan Ahlul Bait yang tidak mengikuti jejak para sesepuh mereka yang suci, orang demikian telah kerasukan angan-angan yang merusak disebabkan oleh ketidaktahuan mereka akan soal-soal agama. Meski demikian mereka masih tetap harus dihormati, karena tali kekerabatannya dengan Rasulullah SAW. Ia harus diingatkan dan diberi nasehat-nasehat dan didorong agar mau mempelajari dan mengkaji ilmu-ilmu agama seperti yang dilakukan oleh para sesepuh mereka, banyak berbuat kebajikan, menghayati akhlaq mulia dan berprilaku yang diridhai Allah SWT. Mereka harus diberi tahu bahwa merekalah yang paling layak menghayati kehidupan seperti itu dan lebih wajib daripada kaum muslimin lainnya. Mereka harus diberi peringatan sebaik-baiknya, bahwa nasab (keturunan) saja tidak bermanfaat, tidak akan mengangkat derajat seseorang tanpa dibarengi dengan ketaqwaan kepada Allah SWT, apalagi jika ialebih mengutamakan soal-soal keduniaan, mengabaikan ketaatan dan mengotori dirinya sendiri dengan perbuatan-perbuatan yang menyalahi ajaran-ajaran Allah dan Rasul-Nya.”

Dalam Kitabnya yang berjudul ‘Fushulul’Ilmiyah Wa-Ushulul Hikamiyyah, Imam Al-Haddad berkata: “siapapun yang mendukung ahlulbait, tidak boleh mengangung-agungkannya dan tidak boleh juga memuji-muji orang yang bodoh (jahil) kendati orang jahil itu berasal dari keturunan mulia (syarif) atau keturunan dari kaum salaf (sahabat nabi) yang saleh. Sebab, mengangung-agungkan dan memuji-muji orang ahlul bait secara berlebihan menurut kenyataannya akan dapat membuatnya lengah terhadap agama dan dapat pula nubuatnya merasa bangga di hadapan Allah. Juga dapat menjauhkan diri dari amal shaleh dan membuatnya lalai akan menambah bekal kehidupan akhiratnya. Oarng yang mengagung-agungkan dan memuji anggota ahlul bait hingga tergelincir dalam kebanggaan, sama dengan orang yang berusaha menjerumuskan mereka ke dalam bencana. Jika demikian mereka itu layak menerima murka Allah dan Rasul-Nya, dan dari kaum saleh (shalihin) asal keturunan mereka, yang mereka pandang sebagai sumber kemuliaan mereka, khususnya mereka yng jahil (tidak berilmu)”


sumber:

Sekilas Tentang Kaum Alawiyin (Habaib) –Idrus Alwi.