Minggu, 09 Agustus 2009

Ramadhan di Komplek Ramdhani

Ramdhani keluar dari halaman rumahnya dan menengok ke kiri dan kanannya. Dilihatnya jalan panjang kompek itu. sepi. Tak seperti hari-hari lainnya. “mungkin orang-orang masih pada tidur” gumam Ramdhani. Karena malas di rumah, pemuda itu memutuskan untuk pergi ke mushalla dekat rumahnya. Sampai di mushalla, ia terkejut karena mushalla itu telah dipenuhi oleh beberapa pria yang tertidur pulas. Ada Bang Asep si tukang Bakso, ada si Karto tetangga dekatnya, ada pula beberapa bocah yang tadi subuh ditemuinya sedang berteriak-teriak membangunkan sahur. dan ternyata si Jono adiknya sendiri juga ikut-ikutan tiduran. Namun di ujung sana ia melihat Uwak Hasan sang Marbot mushalla sedang bertadarus di dekat mimbar. Ramdhani sedikit lega, ternyata ada juga yang mengoptimalkan keberkahan bulan Ramadhan dengan ibadah, bisiknya dalam hati. Ia lalu menghampiri Uwak Hasan dan ikut bertadarus di sampingnya.

Setelah beberapa lama bertadarus di masjid, Ramdhani lalu berniat pulang ke rumah. di tengah jalan, ia bertemu dengan sekumpulan ibu-ibu yang sedang berbincang-bincang dengan raut wajah yang sangat antusias. Salah satu dari mereka memanggil Ramdhani, Ramdhani menurut saja lalu mendekat ke arah mereka. “ada apa yah Bu?” tanyanya.

“eh Dhani, kamu ingat tidak sama si Lola, itu tuh mantan pacar kamu!” ujar Bu Tika yang berpostur paling tambun.

Ramdhani terkejut “Hah? Lola yang mana Bu, Pacar saya dari mana? Saya tidak pernah punya pacar!” ia buru-buru menyangkal.

Bu Ane, yang sebaliknya bertubuh paling kurus mencolek lengan Ramdhani “alaaah…kamu nggak usah menyangkal, kamu kan pernah ngantar dia ke depan rumahnya, semua tetangga di komplek ini udah pada tau…!”

Ramdhani mulai kesal “astagfirullah Buu..iya memang saya pernah ngantar dia, karena saya kasihan ngelihat dia malam-malam nunggu taksi sendirian”

Kini Bu Susi yang giliran bicara “aduh..aduh..mau pacarnya kek, mau bukan, tapi kamu tahu nggak Dhani, sekarang si Lola itu sudah Hamil besar! Padahal kan dia tuh belum pernah nikah!” ujarnya sambil membelalakkan mata.

Ramdhani bukan main terperanjat. Bukan karena kabar tentang Lola, tapi karena ternyata Ibu-Ibu itu memanggil dirinya untuk membicarakan aib orang lain, Ghibah!
Ramdhani yang tak tahan akhirnya segera pamit pulang. Ketika di tanya oleh ibu-ibu itu, ia hanya berkata “saya nggak mau ghibah, apalagi sedang puasa!” katanya sambil berlari. Ibu-ibu itu hanya saling menatap satu sama lain.


Adzan Isya hampir berkumandang, dengan baju koko rapi serta sajadah di pundaknya, Ramdhani berjalan bertiga dengan sahabat karibnya, Tora dan Imran menuju masjid untuk shalat tarawih. Sesampainya di halaman masjid yang hampir penuh dengan jamaah itu, Tora terhenti dan meminta izin pada Ramdhani dan Imran untuk masuk mesjid saat shalat Isya hendak dimulai. Tanpa perasaan curiga Ramdhani mengiayakan, sementara Imran yang tahu tentang keadaan sebenarnya hanya geleng-geleng kepala.

“kenapa Ran?” tanya Ramdhani bingung.

“kamu nggak tahu yah, si Tora itu sengaja masuk masjid belakangan, karena dia udah janjian sama si Hani, cewek yang baru jadi anggota RISMA Syabbabul Jannah!” bisik Imran.

Ramdhani berdecak kesal “astagfirullah tuh anak…mau tarawih kok disisipin pacaran. Perbuatan sunnah kok disisipin dosa…ck..ck..ck”

****

Kisah Ramdhani di atas mungkin pernah pula kita jumpai. Ada orang-orang yang bergembira menyambut bulan Ramadhan dengan berpuasa dan menjalani ibadah lain dengan sangat khusyuk dan menghindari perbuatan yang tercela dan sia-sia. Di samping itu, ada pula orang-orang yang menghadapi bulan Ramadhan tanpa ada peningkatan ibadah sama sekali, tanpa ada niat untuk memperbaiki diri, dan tanpa ada usaha untuk memperbanyak amal-amalnya. Mereka hanya sekedar menahan lapar dan haus betapa banyaknya orang yang berpuasa yang tidak mendapat apa-apa dari puasanya kecuali lapar dan dahaga (HR. Bukhari). Dan lebih buruk lagi jika tidak berpuasa tanpa ada halangan yang dibenarkan syariat.

Puasa adalah madrasah ruhaniah (sekolah ruhani), dimana di dalamnya terdapat pelajaran yang dapat kita renungkan. Yaitu, yang pertama adalah ikhlas: ikhlas melatih diri untuk mengendalikan hawa nafsu, menahan haus dan lapar, menahan letih, dengan tidak mendambakan pujian atau imbalan dari makhluk lain, melainkan Ridho Allah subhanahu wa ta’ala.

Yang kedua adalah penyucian diri: di dalam ibadah puasa, ummat Muslim dididik untuk meninggalkan semua perbuatan tercela, mengendalikan lidahnya untuk mengatakan kata-kata keji, menggunjing memakiorang lain. Dalam suatu hadits diriwayatkan bahwa pada bulan Ramadhan ada seorang wanita sedang mencaci maki pembantunya. Rasulullah mendengarnya kemudian beliau menyuruh seseorang untuk membawa makanan dan memanggil wanita itu. kemudian Rasulullah berkata “Makanlah makanan ini!” wanita itu menjawab, “saya sedang berpuasa ya Rasulullah” kemudian Rasul yang mulia bersabda lagi, “bagaimana mungkin kamu berpuasa sedangkan kamu mencaci-maki pembantumu. Sesungguhnya puasa adalah sebagai penghalang bagi kamu untuk tidak berbuat hal-hal yang tercela. Betapa sedikitnya orang yang berpuasa dan betapa banyaknya orang yang kelaparan”.

Ketika Rasulullah mengatakan Betapa sedikitnya orang yang berpuasa dan betapa banyaknya orang yang kelaparan, Nabi mengisyaratkan pada kita bahwa orang-orang yang hanya menahan lapar dan dahaga saja, tidak sanggup mewujudkan pesan moral ibadah shaum, maka mereka tidak lebih dari orang-oang yang kelaparan saja. Dan Abu Hurairah menuturkan, Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam meriwayatkan dalam firman Allah subhanahu wa ta’ala “setiap amal manusia untuk dirinya kecuali puasa, sungguh puasa itu untuk-Ku dan aku sendiri yang akan membalasnya. Puasa adalah perisai. Jika kamu berpuasa, maka jangan berkata jorok, berteriak keras, dan jangan berlaku bodoh. Jika ada orang yang mencacimu atau memukulmu, maka katakanlah “sungguh aku sedang berpuasa dua kali. demi Zat yang menggenggam jiwa Muhammad, bau tidak sedap mulut orang yang berpuasa itu lebih wangi bagi Allah daripada minyak kasturi. Bagi orang yang berpuasa ada dua kebahagiaan ; kebahagiaan ketika berbuka puasa dan kebahagiaan ketika bertemu dengan Tuhannya (HR. Bukhari-Muslim)

Yang ketiga, dalam puasa ummat Muslim dibiasakan untuk melakukan perbuatan baik. Berbuat baik kepada sesama makhluk, dan berbuat baik kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Diantaranya dengan melakukan sedekah, mengeluarkan zakat, menyambung silaturahim, di saat yang sama juga memperbanyak membaca dan mentadaburi Al-Qur’an, melakukan shalat malam, dan memberbanyak dzikir (mengingat) dan istigfar (memohon ampun) kepada Allah subhanahu wa ta’ala.

Dan salah satu sikap yang telah dicontohkan oleh Baginda Rasulullah yang patut kita teladani sebagai perisai terhadap segala macam bentuk maksiat adalah bersikap Wara’ , yaitu waspada terhadap dosa. Wara itu ada dua macam. Wara’ yang sunnah yaitu meninggalkan segala hal yang tidak jelas status halal-haramnya, dan Wara’ yang wajib yaitu meninggalkan segala sesuatu yang haram.

Rasulullah SAW mendifinisikan Wara’ secara komperehensif dalam sabdanya : “salah satu tanda kebaikan Islam seseorang adalah jika dia meninggalkan apa yang tidak pantas untuknya” (H.R. Ibnu Majah)

Pernyataan Rasulullah ini menyangkup meninggalkan semua yang tak pantas dilakukan, yang meliputi segala bentuk ucapan, penglihatan, pendengaran, pikiran, dan aktivitas lainnya, baik yang lahir maupun batin.

Wahai saudaraku sesama Muslim, Sangat merugi jika pahala membaca Al-Qur’an kita terhapus dengan Ghibah yang kita lakukan, sangat rugi jika pahala I’tikaf kita terhapus oleh perkelahian yang kita lakukan, kerugian besar jika pahala sedekah kita terhapus oleh caci maki kita terhadap orang lain. Dan lebih rugi lagi, jika dosa kita lebih melimpah dari amal-amal shalih yang kita lakukan.

Bulan yang mulia telah menanti, Bulan suci Ramadhan akan menemui kita kembali Insya Allah. Pergunakanlah hari-hari yang penuh berkah itu dengan sebaik-baiknya… Rasulullah dan para sahabat sangat merindukan kedatangan bulan ramadhan, dan bersedih apabila ia akan berakhir.
Semoga kita masih diberi umur untuk menjumpai Ramadhan, dan melaluinya tanpa perbuatan sia-sia melainkan dengan amal yang dicontohkan oleh junjungan kita, Rasul Sayyidina Muhammad Shallalahu ‘Alaihi Wa sallam.