Kamis, 08 Januari 2009

Menemukan Hidayah, Caranya?

Kadang ada seseorang yang mempunyai keinginan dalam hatinya untuk berubah menjadi muslim yang bertaqwa, namun ia mempunyai pemahaman bahwa hidayah itu adalah urusan Allah, dan akan Allah berikan kepada hamba-hambaNya yang ia kehendaki, akhirnya, orang itu hanya menunggu untuk menjadi hamba ‘yang Allah kehendaki’ itu, tapi... beberapa lama, tidak juga ada tanda-tanda ia mendapat hidayah, lalu, apa yang salah dari pemahamannya?
Contoh lain, ada seseorang yang merasa kesusahan mencari hidayah, Ia telah berniat untuk menjadi muslim yang benar, kemudian mulailah ia berusaha, dari membaca buku hingga mendengar ceramah di televisi. Namun, beberapa lama ada Ia mulai putus asa, Ia merasa tidak berhasil menjadi seorang muslim yang benar, sebenarnya, apa yang salah dalam upaya ‘pencariannya’?

Orang yang pertama rupanya dari awal telah salah memahami hakikat HIDAYAH. Menurut Imam Al-Ghazali dalam Bidayah Hidayah mengatakan bahwa hidayah diperoleh dari ketaqwaan “jika anda bertanya, apakah permulaan hidayah. Adalah semata untuk menguji nafsu. Anda perlu mengetahui bahwa permulaan hidayah adalah taqwa secara lahir. Puncaknya adalah taqwa secara batin. Tidak ada akibat yang bisa didapat kecuali dengan bertaqwa dan tak akan mendapat hidayah kecuali orang-orang yang bertaqwa”.

Jadi sebuah kesalahan jika ada yang mengira bahwa hidayah datang begitu saja dari Allah, sesungguhnya Allah akan lebih dulu melihat usaha kita untuk mencapai ketaqwaan, misalnya, kita ingin menjadi orang yang shaleh/shalehah, maka terlebih dahulu yang kita lakukan adalah berusaha menjalankan perintah Allah secara bertahap, inilah yang Allah lihat. Kemudian setelah itu Allah akan menurunkan hidayahnya berupa keringanan dalam beribadah dan menjauhi maksiat serta hawa nafsu, mencintai Allah dan Rasulnya, sehingga di hadapan Allah menjadi orang yang bertaqwa.

Kemudian orang yang kedua, ia telah berusaha mencari... tapi yang kurang dari dirinya adalah hijrah. Yaitu meninggalkan kebiasan berbuat maksiat, kemudian menjalankan perintah Allah.
Agama mengandung pengertian dua bagian, yaitu : 1. Meninggalkan larangan dan 2. Menjalankan perintah-perintah. Meninggalkan larangan-larangan agama lebih berat, menjalankan perintah, setiap orang akan mampu melaksanakan sedang meninggalkan larangan hanya mampu dilakukan oleh orang-orang yang bersungguh-sungguh. Ia ingin berhijrah, tapi ia tidak menjauhi pergaulan yang tidak bermoral, atau ia tidak berusaha shalat lima waktu dengan sempurna.

Nabi SAW Bersabda: “orang yang hijrah adalah orang yang meninggalkan kejelekan. Orang yang berjihad adalah orang yang berjuang mengatasi nafsunya”

Namun, yang perlu diingat adalah kita harus senantiasa (tak boleh berhenti) untuk memohon petunjuk Allah SWT. Seorang ulama mutakhir, Syaikh Makarim Al-Syirazi, menyatakan, petunjuk Allah itu harus belangsung secara terus-menerus. Seperti lampu yang terus listrik itu terhenti, lampu akan padam. Seperti itu juga hidup kita : terus dialiri oleh petunjuk Allah Swt. Begitu Allah menghentikan alirannya, maka cahaya petunjuk di dalam diri kita menjadi padam.

0 komentar: