Rabu, 13 Mei 2009

Hak-hak Wanita Dalam Islam


Ketika Islam datang, situasi wanita sangat buruk. Mereka tidak mempunyai hak-hak atau nilai apapun. Islam menyelamatkannya dari kondisi yang buruk ini dan mengangkatnya pada status yang tinggi. Islam membebaskan wanita dari ketidakadilan, dimana mereka tunduk dan menjadikan mereka merasa penting dan sejajar dengan pria.

Gambaran Keadaan Wanita Sebelum Dakwah Islam Datang

A. Wanita di Mata Orang-orang Yunani
Di mata mereka, wanita sangat dilecehkan dan diejek. Sampai-sampai mereka mengklaim kaum wanita sebagai najis dan kotoran dari hasil perbuatan syetan. Bagi mereka, wanita sama rendahnya dengan barang dagangan yang bisa diperjual belikan di pasar-pasar. Wanita boleh di rampas haknya. Tidak perlu diberikan hak bagian harta pusaka dan juga tidak berhak menggunakan hartanya sekalipun.

B. Wanita di Mata orang-orang Romawi
Di zaman Romawi yang orang-orangnya memiliki semboyan cukup terkenal “wanita itu tidak punya ruh”, kaum wanita mengalami berbagai macam siksaan yang kejam. Betapa tidak, sering kali mereka harus menahan panasnya minyak yang dituangkan ke tubuhnya yang sudah diikat di sebuah tiang. Bahkan kadang mereka di ikatkan pada ekor kuda lalu dibawanya lari sekencang mungkin sampai mati.

C. Wanita di Mata Orang-orang Cina
Orang-orang cina menyamakan wanita dengan air penyakit yang membasuh kebahagiaan dan harta. Seorang berkebangsaan Cina berhak menjual istrinya sebagaimana budak perempuan. Apabila seorang wanita Cina menjadi janda, maka keluarga mendiang suami berhak atas dirinya. Jadi, ia seperti barang peninggalan yang bisa diwarisi. Bahka seorang suami berhak mengubur istrinya hidup-hidup.

D. Wanita di mata orang-orang Hindu
Di mata orang-orang Hindu, seorang wanita tidak berhak untuk hidup setelah ditinggal mati oleh suaminya. Pada hari kematian suaminya, ia juga harus ikut mati, atau ia harus membakar dirinya dalam keadaan hidup bersama suaminya.

E. Wanita di mata Orang-orang Persia
Menurut mereka, seseorang boleh saja menikahi ibunya sendiri, saudara perempuan kandung, tante, bibi, keponakannya dan muhrim-muhrimnya yang lain.
Pada saat haid, seorang wanita akan diasingkan ke tempat yang jauh dari luar kota. Terlebih kalau ia kebetulan menjadi istri atau di bwah kekuasaan dictator, maka nasibnya berada di tangan laki-laki itu, mau dibunuh atau dibiarkan hidup.


F. Wanita di Mata orang-orang Nasrani.
Pernah salah seorang yang dianggap suci di antara mereka mengatakan, “sesungguhnya wanita adalah sumber kejahatan, malapetaka yang disukai, sangat penting bagi keluarga dan rumah tangga, pembunuh yang dicintai, dan musibah yang dicari.
Pada tahun 586 M, orang-orang Perancis pernah menyelenggarakan sebuah konferensi untuk membahas masalah ini :
“apakah wanita itu bisa dianggap manusia atau tidak? Apakah wanita itu punya ruh atau tidak? Kalau punya ruh, maka apakah ruhnya itu ruh hewan atau ruh manusia? Kalau ruhnya manusia, apakah ia sama dengan laki-laki atau lebih rendah?”
Akhirnya konferensi itu membuat kesimpulan “sesungguhnya wanita dalah seorang manusia, akan tetapi, diciptakan untuk melayani kaum laki-laki saja”
Undang-undang sipil Perancis pasca revolusi menetapkan, oarng-orang yang tak perlu diperhitungkan adalah anak kecil, orang gila dan wanita, sampai pada tahun 1938 ketetapan itu diganti.

G. Wanita di Mata Orang-orang Arab Jahiliyah
“Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)? Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu. (An-Nahl: 58-59)”

Pada zaman Jahiliyah dulu, wanita tidak memiliki hak waris. Seorang wanita pada waktu itu tidak mempunyai hak apapun terhadap suaminya. Sebaliknya, seorang suami berhak menceraikan istrinya lalu merujuknya lagi, kemudian menceraikan lalu merujuknya kembali. Apabila seorang suami mati, maka anak yang paling tua bisa mengawini ibu(tiri)nya. Kalau tidak ia berhak mengawinkannya kepada siapa saja yang ia kehendaki.

Dan Islam Rahmatan lil Alamin

Islam telah mengangkat martabat kaum wanita. Pria dan wanita benar-benar sejajar dalam pertimbangan manusia, masing-masing memiliki kemanfaatan atas yang lain.

“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan (Al-Isra’ :70).

Ketika kitab suci Al-Qur’an berbicara mengenai manusia atau anak-anak Adam, itu berarti pria dan wanita. Tetapi jika Al-Qur’an ingin menunjuk salah satu di antara mereka secara tunggal, maka akan menggunakan istilah ‘pria’ atau ‘wanita’.

Nabi Muhammad saw menggambarkan hubungan antara pria dan wanita dalam cara berikut:
“wanita adalah saudara perempuan pria, mereka juga memiliki hak dan kewajiban, semua dalam hubungan yang adil dan layak” (dalam sunan Tirmidzi). Penggunaan kata “saudara perempuan” menunjukkan secara jelas mengenai kesetaraan antara mereka. Bagi Allah, pria dan wanita adalah setara kecuali dalam amal kebaikan yang mereka kerjakan.

Sebagaimana Allah swt berfirman :

“Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan (Q.S An-Nahl : 97)”

“Barang siapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikit pun. (Q.S An-Nisa: 124)”

“Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman), "Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain. (Q.S Ali-Imran: 195)”

“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang makruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Q.S At-Taubah: 71)”

“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar. (Q.S Al-Ahzab: 35)

Emansipasi wanita, gerakan yang sangat diagung-agungkan oleh banyak orang, khususnya wanita sendiri, agaknya jangan kebablasan sehingga wanita menjadi lupa diri dan melanggar aturan-aturan Allah swt. Cukuplah Islam mengatur hak-hak, apa yang harus dilakukan atau yang tidak boleh dilakukan oleh wanita dengan sangat sempurna.

1 komentar:

Anonymous Only mengatakan...

Tanpa Wanita, dunia tidak akan pernah jadi sempurna... ^_^