Kamis, 30 April 2009

ISLAM MENGHENDAKI KETIDAKTOLERANSIAN dan EKSTREMISME SERTA ISTILAH “MUSLIM” TELAH MENJADI SINONIM DENGAN “TERORIS” ?

Ibarat membaca buku dengan tidak tuntas, beberapa kalangan khususnya non-muslim telah banyak berprasangka buruk terhadap Islam. Terutama setelah peristiwa 11 September (WTC).

Dan inilah jawaban mengenai tuduhan Islam sebagai agama teroris dan ekstrim:

“teks Al-Qur’an secara jelas melarang ketidaktoleransian dan ekstremisme:

دِينِكُمْ فِي تَغْلُوا ﻵ
“Janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu (An-Nisa-171)”

Umat Islam digambarkan sebagai bangsa yang adil:

وَيَكُونَ النَّاسِ عَلَى شُهَدَاءَ لِتَكُونُوا وَسَطًا أُمَّةً جَعَلْنَاكُمْ وَكَذَلِكَ شَهِيدًا عَلَيْكُمْ الرَّسُولُ
“kami telah menjadikan kamu (umat Islam) umat yang adil dan pilihan (Al-Baqarah-143)

Allah swt juga memperingatkan kepada Nabi saw dan orang-orang mukmin untuk tidak melampaui batas :

تَعْمَلُونَ بِمَا إِنَّهُ تَطْغَوْا وَلا مَعَكَ تَابَ وَمَنْ أُمِرْتَ كَمَا فَاسْتَقِمْ بَصِيرٌ
“maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu, dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas (Hud-112)

Barang siapa berfikir secara dalam mengenai hikmah dan ajaran-ajaran Islam, maka akan benar-benar sadar bahwa mereka berada dalam prinsip-prinsip kemudahan dan keampunan. Allah swt berfirman:

الْعُسْرَ بِكُمُ يُرِيدُ وَلا الْيُسْرَ بِكُمُ اللَّهُ يُرِيدُ
“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu (Al-Baqarah-185)”

Hal demikian juga bisa dilihat dalam tatacara peribadatan Islam seperti Shalat, puasa, zakat, dan haji yang menanamkan sifat-sifat mulia dan standart moral yang tinggi (penghormatan terhadap ikatan kekeluargaan, saling memaafkan, keadilan, kesabaran, dan saling membantu untuk tetap pada jalan yang benar) Allah swt Berfirman :

وَالْمُنْكَرِ الْفَحْشَاءِ عَنِ تَنْهَى الصَّلاةَ إِنَّ
“sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar (Al-Ankabut-45)

Diceritakan bahwa Nabi SAW bersabda : “puasa adalah perisai yang menjagamu dari perbuatan keji dan kebodohan. Jika ditantang untuk berkelahi, orang berpuasa harus menjawab dengan mengulangi dua kali “aku sedang berpuasa (HR.Bukhari).
Nabi saw juga menyatakan bahwa Allah swt menganggap sebagai suatu sedekah, yaitu perbuatan yang dilakukan seseorang untuk menghilangkan rintangan yang membahayakan dari jalan, memohonkan berkah Allah untuk orang yang bersin (dengan mengucapkan Yarhamukallah/yarhamukillah), member salam dan menjawabnya dengan yang lebih baik dari yang ia terima. Harus dicatat disini, bahwa salam yang dipakai oleh umat Islam adalah Assalamu Alaikum (semoga keselamatan tetap padamu)
Bahkan, benar-benar bahwa ketika Nabi saw masih hidup, beberapa orang Muslim menyalahartikan ajaran Islam. Mereka menganggap bahwa orang Muslim harus selalu mengabdikan hidupnya untuk beribadah, yang mengarah kepada kehidupan asketisme dan melepaskan kearunia dari dunia ini. Karena itu, Nabi saw harus menunjukkan kepada mereka tentang kesalahan yang dilakukan dan menjelaskan kepada mereka bahwa orang muslim yang terbaik adalah orang yang berusaha mendamaikan antara ibadah dan tugas-tugas dunianya.
Sesungguhnya inilah apa yang ditetapkan Al-Qur’an dalam ayat berikut:

الدُّنْيَا مِنَ نَصِيبَكَ تَنْسَ وَلا الآخِرَةَ الدَّارَ اللَّهُ آتَاكَ فِيمَا وَابْتَغِ
اللَّهُ إِنَّ الأرْضِ فِي الْفَسَادَ تَبْغِ وَلا إِلَيْكَ لا اللَّهَ أَحْسَنَ كَمَا وَأَحْسِنْ
الْمُفْسِدِينَ يُحِبُّ اللَّهَ

Pada kenyataannya, Islam datang untuk menegakkan keseimbangan dan kesejajaran setelah ekstremisme yang telah dilakukan oleh orang-orang Yahudi ketika mereka menolak alam dengan melarang apa yang telah diperbolehkan dan disenangi Allah dalam persoalan-persoalan dunia dan dalam kebohongan dan kepalsuan untuk mengumpulkan keuntungan. Islam juga datang untuk memperbaiki ekstremisme yang dilakukan oleh orang-orang Kristen ketika mereka melampaui kehendak Tuhan dan menetapkan pada rahibnya sebuah kehidupan kematangan, pengasingan, dan pengabdian sepenuhnya untuk beribadah. Allah menyatakan bahwa :

لِعِبَادِهِ أَخْرَجَ الَّتِي اللَّهِ زِينَةَ حَرَّمَ مَنْ قُلْ
“Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya (Al-A’raaf-32)

Jadi, telah jelas bahwa ekstremisme dan ketidaktoleran tidak ditetapkan oleh agama, tetapi sebaliknya, hal itu diakibatkan oleh konseptualisasi yang salah atau tidak lengkap. Nabi Saw telah mencatat bahwa orang ekstremis bisa menjadi tidak beragama (kafir) sebagai akibat dari penafsiran yang tidak benar dan bacaan-bacaan yang ia buat mengenai agamanya.

Abi Said Al-Khudry meriwayatkan bahwa : “ketika Nabi saw sedang membagikan bagian, Abdullah ibn al-Khuwaisyira al-Tamimi datang dan berkata : ‘jujurlah wahai Nabi! Siapa yang lebih jujur dan adil daripada aku?’ terhadap hal ini Umar ibn Khattab berkata : ‘wahai Nabi! Biarkan aku memotong lehernya!’ kemudian Nabi saw bersabda : ‘biarkan dia!ada seorang seperti dia yang memulai jalan yang benar, ajlan sebuah anak panah yang menyimpang dari haluannya *Bukhari telah meriwayatkan bahwa telah terjadi konsesnsus tentang keshahihan dari ucapan ini*
Ini berarti bahwa mereka menjadi terlalu kokoh dalam ketaatan ibadahnya, tetapi mereka tidak mengerti signifikasi dan esensinya. Terlebih dari itu, mereka bahkan tidak menyadari bahwa sikap yang baik merupakan esensi dari setiap ibadah.

Mengenai dugaan terorisme, yang mana telah melekat dalam Islam, hal ini digambarkan berdasarkan tindakan sangat sedikit orang atau kelompok yang bersembunyi di balik topeng agama, dan Islam tidak menyetujui jenis orang ini. Sebenarnya, tidak pernah diceritakan bahwa para sahabat Nabi saw atau para khalifah ortodok pernah membunuh seorang non-muslim yang damai atau mencoba menyuruhnya masuk Islam di bawah ujung pedang. Juga tidak pernah diketahui bahwa diantara mereka membunuh seorang muslim karena dia mempertahankan pendapat yang berbeda atau mengikuti golongan yang berbeda. Yang dikatakan Al-Qur’an tentang ini:
النَّاسَ قَتَلَ فَكَأَنَّمَا الأرْضِ فِي فَسَادٍ أَوْ نَفْسٍ بِغَيْرِ نَفْسًا قَتَلَ مَنْ
جَمِيعًا النَّاسَ أَحْيَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَاهَا وَمَنْ جَمِيعًا
“barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya (Al-Maidah-32)

Islam juga mendorong orang Muslim untuk memperlakukan orang non-muslim dengan perbuatan yang baik dan berlaku adil :
دِيَارِكُمْ مِنْ يُخْرِجُوكُمْ وَلَمْ الدِّينِ فِي يُقَاتِلُوكُمْ لَمْ الَّذِينَ عَنِ اللَّهُ يَنْهَاكُمُ ﻻ
" Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. (al-Mumtahanah-8)

Sebenarnya, terorisme telah menjadi fenomena Internasional, yang mana setiap masyarakat dan agama menderita karenanya. Terorisme adalah musuh Islam yang berusaha keras untuk menjadikannya Nampak seolah-olah masyarakat Muslim adalah satu-satunya yang menciptakan para teroris. Tuduhan seperti itu sama sekali tidak ditemukan. Terdapat lebih dari satu milyar umat Islam yang hidup damai di seluruh dunia dan yang bermaksud bersungguh-sungguh untuk menjamin keamanan dan stabilitas social, karena mereka mengetahui bahwa prinsip-prinsip pokok dari agamanya adalah berdasarkan pada perdamaian dan toleransi

Sumber :Islam Agama Teroris? – Dr. Ahmad Shalabi , dkk

1 komentar:

iluvtari mengatakan...

huaa, panjang. tak copy aja ya!